SINAR CENDEKIA

Kelas Literasi.

SINAR CENDEKIA

Kelas Literasi.

SINAR CENDEKIA

Kelas Literasi.

SINAR CENDEKIA

Kelas Literasi.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Tiada yang istimewa pada pagi hari ini, bangun di pagi hari pukul lima, mandi, sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Tiada yang istimewa pada pagi hari ini, memasuki kelas yang sama, suasana yang sama, dan entah apalagi kesamaan yang ada. Namun, ternyata aku salah besar! Justru hari ini adalah awal dari hari yang paling istimewa selama aku hidup. Kau akan segera tahu apa istimewaan dari hari ini.

Kabar baik itu datang di saat bel masuk telah berbunyi. Bu Jeha masuk seraya membawa sebuah kertas berukuran besar yang di gulung, dengan spidol papan tulis yang ia genggam di tangan kanannya.
 “Selamat pagi, anak-anak,” sapa Bu Jeha.
“Pagi, Bu,”
“Ada pengumuman yang perlu ibu sampaikan, seperti yang sudah kalian ketahui bahwa di sekolah ini pada tingkat kelas dua sma, akan ada program magang yang di sesuaikan dengan minat dan bakat kalian. Oleh karena itu, Ibu minta kalian tuliskan profesi apa yang  di inginkan dan perusahaan apa yang ingin kalian jadikan tempat magang. Waktunya sepuluh menit!” jelas Bu Jeha panjang lebar.
Aku mulai berpikir. Magang? Untuk jurusan kuliah yang akan kupilih nanti saja aku belum tahu. Ini sudah di suruh magang segala, batinku.
“Ada apa Azura?” tanya Imel, teman sebangku denganku.
“Eh?” “Nggak ada apa-apa kok mel,” balasku kikuk.
Imel tersenyum, “Aku tau kamu kali Az, kamu pasti bingung kan mau magang dimana?  Mendingan kamu ikut magang sama aku aja. Pasti bakalan seru. Aku bisa jamin itu,”
Aku sedikit ragu, “Memangnya kamu mau magang dimana?”
“Ada lah. Kerja nya bareng sama orang-orang keren!” balas Imel sambil menatapku dengan tatapan yang seakan-akan berkata, lo harus percaya sama gue. Ini nggak akan ngecewain!
“Yasudahlah, Mel. Aku percaya kamu aja, daripada susah-susah nyari tempat magang!” aku akhirnya menyetujui. Toh tidak ada salahnya juga, kan?

*
 “AZURAAAA! KAMU SEKARANG ADA DIMANA SIH?” ujar Imel dari telepon genggamku.
“Iya, iya! Tunggu sebentar ya Mel, aku sebentar lagi sampai kok,” balasku.
“IH! Kamu tuh gimana sih, Az. Udah tau ini hari pertama magang kita. Pokoknya kalau kamu belum juga sampai selama lima menit. Aku tinggal ya!”
Aku tertawa kecil, “Siap, nyonya!”
Kurang dari lima menit aku sudah sampai di tempat yang aku dan Imel sudah janjian. Tanpa banyak bicara aku dan Imel segera masuk ke dalam mobil dan segera menuju tempat tujuan. Sebagai informasi saja, aku belum tau akan  magang dimana, sebagai apa, dan apa saja tugas-tugasnya. Yang jelas, kata Imel kita akan bekerja dengan senyaman mungkin dan bebas memakai pakaian apa saja asal pantas dan sopan. Jadi, aku hanya memakai t-shirt dengan cardigan bewarna maroon serta celana jeans.

**

Aku dan Imel di sambut hangat oleh salah satu staff di perusahaan ini.
“Hai, selamat pagi. Aku Aisha, kerja di bagian jurnalistik. Selamat datang di Kantor kami,” ujar Aisha seraya menyalamamiku dan Imel.
“Selamat pagi juga, mbak Aisha,” balasku dan Imel.
“Eh? Nggak usah manggil mbak kali, emang aku mbak-mbak. Panggil aja langsung, Aisha,” ujar Aisha lagi.
“Eh, iya maaf, A-aisha!” balasku dan Imel hanya tersenyum.
“Kalian bisa tunggu di ruang tunggu dulu ya. Soalnya, aku mau panggilin Mbak Trinzi dulu,”

Setelah menunggu kurang lebih lima menit, seorang wanita berkacamata, berperawakan tinggi-kurus, datang memasuki ruang tunggu.
“Halo Azura dan Imel. Selamat datang di kantor kami,” itulah kalimat pembuka dari wanita itu.
“Halo, salam kenal juga mbak Trinzi,” aku tersenyum. Begitu pula dengan Imel.
“Jadi kalian mau magang jadi apa, nih?” Mbak Trinzy berkata sambil sekilas mengecek telepon genggamnya.
Imel yang menjawab duluan, “Jadi gini mbak, kan si Azura ini awalnya cuma ikut aku aja magang disini. Sebelumnya, mbak bisa jelasin dulu nggak sedikit tentang perusahaan ini dan apa aja unsur-unsur yang ada disini,”
“Oh, boleh. Nah, perusahaan ini bergerak di media cetak yaitu majalah. Target konsumen dari majalah ini adalah remaja. Jadi lebih banyak ngebahas hal-hal seputar remaja, keremajaan, dan yang paling sering tentang seleb dari dalam atau luar negeri,” jelas mbak Trinzi.
“Udah ngerti, Azura?” tanya mbak Trinzi.
“Oh, iya udah kok mbak,”
Mbak Trinzi melanjutkan penjelasannya, “Kita juga lagi ada project charity yang bekerjasama dengan salah satu brand cosmetics di Indonesia. Aku sih pengennya kalian bantu-bantu di sini aja, hehe. Tapi itu sih menurut persetujuan kalian aja sih,” Mbak Trinzi menatap kami berdua. 
“Aku mau kok, mbak!” ujar Imel bersemangat.
Mbak Trinzi dan Imel lalu melihat kearahku. Menunggu jawaban.
“Eh? Aku mah terserah aja, mbak,” akhirnya aku memutuskan. Because why not? Its nice to be a part on charity project!

***

Kami akan membuat artikel tentang produk yang ada di brand cosmetic yang terpilih untuk di amalkan setengah harganya. Jadi ketika kita membeli produk ini, maka setengah harganya akan di amalkan untuk korban bencana alam di Jepang. Oh iya, Kami di tugas kan untuk mempromosikan produk ini agar banyak orang yang membeli dan beramal. Kami juga di tuntut untuk mendokumentasikan ini dengan baik. Pokoknya ini bakalan seru, deh!

****

Akhir-akhir ini aku banyak berkutat di depan laptop. Pagi, siang, sore, malam.  Tugas ini sebenarnya tidak terlalu berat bagiku berhubung aku senang menulis juga (kalau sedang ada ide), tetapi deadline nya-lah yang membuat pusing! Deadline yang di berikan oleh mbak Trinzi adalah hari Rabu, sedangkan hari ini sudah hari Selasa! Tuhan, bantu akuu!! ><
Hujan rintik-rintik membahasi jalanan kota. Bau hujan yang khas tercium dimana-mana. Aku memutuskan untuk pulang menggunakan kereta, karena Imel sudah di jemput di kantor. Aku baru saja menyelesaikan tugas pada pukul 7.00 malam. Dan sekarang sudah pukul 7.30 malam, aku masih menunggu kereta yang sepuluh menit lagi akan tiba di stasiun. Sepuluh menit telah berlalu, kereta datang tepat waktu. Aku memasuki salah satu gerbong dan duduk, tak lama kereta sudah meluncur.

Esokkannya, aku sangat senaaaang sekali! Karena hasil kerja ku dan Imel sangat memuaskan, jadi aku mendapat imbalan dari mbak Trinzi. YEAY! Akhirnya aku bisa berguna bagi orang lain dan diriku sendiri. Terima kasih kepada Imel yang sudah mengajakku magang disini, dia memang benar aku nggak merasa kecewa sama sekali setelah magang disini. Malah aku mulai mempertimbangkan cita-citaku untuk menjadi seorang jurnalis.


***

Andi Tiara Nurul Izzah Fathia. Siswi kelas XC SMA Islam Sinar Cendekia ini sangat gemar Menulis. Termasuk Menulis Cerpen, Resensi Film dan Resensi Buku. Beberapa cerpennya pun pernah di terbitkan (publishing house) sejak masih di bangku sekolah menengah pertama.

Minggu, 11 Oktober 2015

Kegiatan Menulis dalam Kehidupan
*Rifannisa Hernandiyah Dianti (Icha)

Keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup beberapa segi, terutama keterampilan menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini maka sang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.
            Menulis adalah mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan.[1] Dalam pengertian yang lain, menulis adalah kemampuan berbahasa untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Dalam pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling akhir setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Meskipun selalu ditulis paling akhir, bukan berarti menulis merupakan kemampuan yang tidak penting.
Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contoh-nya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno. Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Sumeria (Irak saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda.

Adapun tujuan menulis dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1)      Mengubah keyakinan pembaca;
2)      Menanamkan pemahaman sesuatu terhadap pembaca;
3)      Merangsang proses berpikir pembaca;
4)      Menyenangkan atau menghibur pembaca;
5)      Memberitahu pembaca; dan
6)      Memotivasi pembaca.[2]

Kemampuan menulis permulaan memiliki manfaat terutama pada kemampuan menulis lanjutan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar, manfaat tersebut antara lain :
1)      Memperluas dan meningkatkan pertumbuhan kosa kata.
2)      Meningkatkan kelancaran tulis menulis dan menyusun kalimat.
3)      Sebuah karangan pada hakikatnya berhubungan bahasa dan kehidupan.
4) Kegiatan tulis menulis meningkatkan kemampuan untuk pengaturan dan pengorgani-sasian.
5) Mendorong calon penulis terbiasa mengembangkan suatu gaya penulisan pribadi dan terbiasa mencari pengorganisasian yang sesuai dengan gagasan-nya sendiri.

Pada prinsipnya, fungsi utama dari menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak lang-sung. Menulis sangatlah penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir, terutama dapat menolong berpikir kritis. Selain itu, dapat mempermudah-kan kita merasakan hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah yang kita hadapi, dan menyusun urutn bagi pengalaman.
Kesimpulannya adalah menulis didefinisikan sebagai alat komunikasi tidak langsung yang dinyatakan dalam bentuk tulisan. Sejarah tulisan pertama kali muncul menggunakan gambar, yang kemudian muncul tulisan berbentuk aksara. Klasifikasi utama dari tujuan menulis adalah untuk me-nginformasikan, mendidik, membujuk, dan menghibur para pembaca. Manfaat menulis itu sangat banyak. Intinya, kita menulis sebisa mungkin dan bermanfaat bagi orang lain. Fungsi utama dari menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung, yang penting sekali bagi pendidikan agar para pelajar dapat berpikir.


[1] Menurut Djago Tarigan dalam Elina Syarif, Zulkarnaini, Sumarno (2009: 5)
[2] Menurut Syafie’ie (1988: 51-52)


DAFTAR PUSTAKA
Wijayantiromi. “Makalah Membaca dan Menulis”. 28 April 2013.
Anonim. “17 Pengertian Menulis Menurut Para Ahli, Buku dan Umum”. 4 Juni 2014.
Anonim. “Menulis”. 11 Maret 2015
Sutrisna. “Tujuan dan Manfaat Menulis”. 13 Agustus 2012.
Aku terlambat.
Matahari telah diatas kepala, membawa sinar yang sangat terang dengan sombongnya. Menerangi bumi dengan teriknya, membawa cahaya bagi para manusia.
Namun sekali lagi, aku terlambat.

Dua hari yang lalu, mungkin adalah hari yang akan ku nanti-nantikan lagi. Dimana aku dan sahabatku bersama seperti biasanya. Bercanda tawa, saling menyuapi makanan, kejar kejaran dan bercengkrama tanpa ada penghalang. Melakukan hal-hal gila memang sudah biasa bagi kami. Berteriak-teriak tanpa batas. Tertawa dengan lepas. Menantang langit dengan keras. Haha.. Hari itu memang tidak akan pernah terlupakan.

Seingatku, pagi itu aku dan sahabatku berjalan-jalan seperti biasa.
" Cari angin " katanya kalau ditanya mau kemana. Aku sih ikut saja, toh asal bersamanya aku merasa aman. Tak ada yang kami lakukan selain menyusuri jalan-jalan kampung yang kecil. Melewati gang-gang sempit dan menendangi batu kerikil. Hanya itu, hanya sepenggal kenangan indah. Kami sampai di taman di balik sebuah gedung tua. Kalau orang-orang tidak teliti, mereka hanya akan melihat sebuah gedung yang sudah separuh roboh saja. Namun jika mereka teliti, mereka akan menemukan jalan kecil disisi kanan gedung itu menuju ke taman yang serung kukunjungi. Sahabatku yang menemukan ini. Saat aku berulang tahun, aku di bawa kesana. Dengan menutup mataku, ia menuntunku menuju 'tempat indah' temuannya.

Taman itu 'saksi' persahabatan kami. Saksi suka duka kami. Saksi keceriaan kami. Saksi kasih sayang kami.
Aku menyandarkan tubuhku dibawah sebuah pohon yang rindang. Menikmati keheningan, sambil memperhatikan sahabatku yang sedari tadi mondar-mandir entah kenapa. Ku alihkan pandanganku menuju tumpukan buku di dekatku. Biasanya memang kalau kami kesini, kami selalu membawa satu atau dua buku. Untuk dibaca bersama, terkadang novel, ensiklopedia, ataupun buku pelajaran. Namun ada yang aneh di antara lembaran buku sahabatku. Seperti sebuah.. Tiket?
Aku menyambar kertas itu dan terbelalak. Memang benar, itu sebuah tiket.. Tiket pesawat jurusan Balikpapan yang akan berangkat dua hari lagi. Apa maksudnya? Apa ia akan pergi tanpa memberitahuku?
Namun aku tidak ingin merusak suasana, aku menyimpan kembali tiket itu dan bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Ia kembali menuju ke arahku, membawa sebuah ikatan bunga yang sangat cantik.
" ini " katanya sambil menyodorkan bunga itu.
" Eh? ini? Untuk? " Tanyaku
" Untuk orang lewat! Ya untukmu lah! " Katanya dengan semangat. Senyumnya juga tidak lepas dari wajahnya.
" Terimakasih "

Aku tidak mengungkit soal tiket itu, aku hanya berharap itu semua hanya bohong belaka. Tiket itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepergian dia. Namun aku salah, itu semua salah. Ia benar benar pergi. Saat aku mengejarnya pun, aku tetap saja terlambat. Berharap bisa bertemu dengannya pun juga terlambat. Pesawat! Aku mohon berhentilah sebentar! Aku mohon tinggalah lebih lama! Jangan terburu buru.. Masih banyak waktu untuk terbang.. Pesawat, biarlah aku bertemu sahabatku sebentar saja, untuk mengucapkan salam perpisahan. Kenapa harus pergi hari ini? Tak bisakah kau pergi besok? Tak bisakah kau menungguku? Apa kau akan kembali? Aku takut kau akan semakin jauh.
Pesawat, berhentilah sebentar! biarkan ia turun walau sesaat. Masih ada banyak waktu, masih ada esok hari.
Pesawat! Waktu masih berjalan, jangan terlalu cepat pergi. Tunggu aku!
Aku tidak ingin melepasmu seperti ini!
Namun apa daya pesawat itu tidak bisa di hentikan. Aku menyesal, mengapa tidak memberikan ucapan perpisahan sejak awal? Tidak berusaha mencegahnya untuk pergi? Kapan ia akan kembali? Atau ia tidak akan pernah kembali?

Dengan derai air mata, ku baca lagi surat terakhir darinya
" Dear sahabatku..
Waktu begitu cepat berlalu ya? Masih ingatkah kamu saat aku bercerita tentang aku yang harus pergi meninggalkan tempatku ini?
Ku harap masih..
Ini benar benar terjadi, Ayahku ditugaskan untuk pindah ke kota Balikpapan oleh perusahaannya..
Awalnya aku tidak mau, aku bersikeras untuk tetap disini. Namun apa daya.. aku harus ikut ayahku..
Jangan menangis.. Aku akan selalu mengingatmu.. aku akan mengabarimu..

Salam
Sahabatmu "


*Cerpen ini ku dedikasikan untuk sahabatku.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Az-zahra Fathiya Ishbir Hikmata.
Siswa kelas XB SMA Islam Sinar Cendekia, biasa dipanggil Ara atau beberapa teman memanggilnya Arayo. Gemar membaca, menulis, menyanyi, mendengar musik, makan, dan main komputer. Lahir tanggal 15 Agustus 2000 dan bercita-cita menjadi Dokter Spesialis Bedah Saraf.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Rabu, 07 Oktober 2015

Kini Tak Sama
*Fatimah Almukkarromah

Umi...
Dulu matamu begitu bersinar
Bak cahaya mentari di pagi hari
Sungguh menghangatkan
Bagi yang melihatnya

Kini,
Cahaya indah itu t’lah sirna
Menyisakan mata yang muram
Bak matahari terbenam
Bahkan seperti malam
Hitam, sayu, sepi, tak seperti dulu

Umi...         
Dulu kau mengajarkanku mengeja huruf r
Kau selalu menasehatiku
Kau tak pernah marah padaku
Kau begitu ceria

Kini,
Semua hanyalah masa lalu
Kau seperti bukan dirimu yang dulu
Ruhmu telah pergi jauh sebelum ragamu yang pergi
Kau jarang berbicara
Bahkan hampir tidak pernah
Aku mengetahuinya saat kau bertanya
“siapa kamu?” kepadaku
Kau bertanya dengan suara orang lain
Dan saat itu aku sadar bahwa kau bukan Umi
Dia telah mengambil tubuhmu
Dia yang merupakan sosok jahat
Dia yang tinggal di alam lain
Aku sangat membencinya
Karena, dia telah merebutmu
Menguncimu di ruang kosong
Tanpa membiarkanmu keluar
Hingga akhirnya sang Khaliq memanggilmu
Mengeluarkanmu dari ruangan kosong itu
Allah membebaskan penderitaanmu

Umi...
Saat aku tahu kau telah pergi
Benar-benar pergi
Aku merasa lega
Kau telah bebas
Namun,
Aku juga merasa sedih
Karna tak dapat menikmati wajah indahmu lagi
Meskipun itu bukan wajahmu yang sebenarnya
Tetapi ragamu masih sama
Aku masih bisa memelukmu

Kini,
Kenangan tinggallah kenangan
Aku sangat merindumu
Tanpa kusadari kadang ku menangis
Menangis dalam diam
Saat ku tersadar aku menangis
Segera kuhapus air mataku
Karna ku tahu kau akan sedih di sana
Jika melihat ku menangis

Umi...
Ucapan terimakasih belum sempat kuucap
Rasa sesalku selalu menghantuiku
Aku belum sempat membuatmu bangga
Bangga akan prestasiku
Aku belum sempat melihat
Senyum bahagiamu lagi

Umi...
Aku berjanji
Aku akan menjadi anak yang shaleha
Yang berguna bagi orang banyak
Menjadi diriku sendiri
Dan berusaha menjadi seperti namaku
Fatimah Almukarromah
Fatimah yang dimuliakan
Aku akan membuamu tersenyum
Meskipun ku tahu
Aku tak dapat melihat Senyum indahmu itu

*************************************************************************






Fatimah Al Mukarromah, saat ini duduk di kelas XB SMA Islam Sinar Cendekia, teman-temannya biasa memanggil AL atau Aale. Siswa yang hoby baca, nulis diary, traveling dan makan ini lahir di Sidempuan, 21 April 2000. Bercita-cita menjadi ustadzah, pengusaha, dosen, ilmuan, penemu, pendiri sekolah relawan Palestina, motivator.
Jika Takdir Berkata Lain

*Fatimah Almukarromah

Ditengah keheningan, kira-kira pukul sepuluh malam. Dibawah naungan atap kamar lantai dua, seorang gadis duduk termenung menatap lembar kosong dihadapannya. Ia sedang berusaha berkonsentrasi dan berusaha mengisi lembar kosong tersebut. Namun, usahanya untuk berkonsentrasi selalu gagal karena bayangan akan masa lalu seperti diputar berulang-ulang di kepalanya. Seakan ada sebuah layar besar dihadapannya yang memutar kejadian demi kejadian yang menjadi masa lalu yang indah sekaligus menyakitkan. Seketika itu air matanya mengalir setetes demi setetes.

Delapan tahun yang lalu,..

            Seorang anak sedang berpamitan dengan sang Ibunda untuk pergi ke sekolah. Ia kini duduk di bangku sd kelas 3. Ia pergi ke sekolah bersama teman-temannya dengan berjalan kaki karena, jarak rumah-sekolah tidak terlalu jauh. Ia dan teman-temannya bernyanyi dan tertawa ceria dalam perjalanan ke sekolah. Sampailah mereka di sekolah dengan didepannya terdapat spanduk besar bertuliskan “MI Masyarikul Anwar”.
            Malamnya Ia bertadarus bersama teman-temannya di TPA. Sepulang dari TPA Ia bergegas mencuci kaki,tangan, dan menggosok gigi. Sebelum tidur Ia dan ibunya melakukan rutinitas keluarga kecilnya yaitu mengahafal juz ‘amma bersama-sama. Hari ini melanjutkan hafalan kemarin yaitu surah As-Syams ayat 11. “Bismillahirrahmaanirrahiim,..”, terdengarlah lantunan ayat suci Al-Qur’an yang diulang berkaki-kali. Setelah selesai menghafal, Ia memeluk sang Ibunda dan membaca do’a untuk segera tidur. Dalam do’anya Ia berharap mimpi buruknya takkan pernah terwujud. Bahkan terkadang Ia terbangun di tengah malam demi memandang wajah cantik sang Ibunda. Terbayang olehnya masa-masa menyenangkan bersama sang Ibunda dan berharap masa itu dapat terulang kembali.
            “el”,  ucapnya
            “r sayang, coba ulangi lagi”, jawab sang bunda gemas
            “el, el, elllll, susah umi” ucapnya dengan lebih menggemaskan
            “Baiklah sini anak umi peluk dulu, susah ya? Meskipun susah anak shaleha umi harus berusaha, agar menjadi anak yang pintar”, jawab sang bunda sambil memeluknya.
            Bahkan terkadang ketika sedang mengingat masa-masa indah itu Ia menangis sampai tertidur dengan sendirinya. Rasanya sang Ibunda bukanlah yang dahulu Ia kenal, kini sang Ibunda lebih pendiam. Dulu, Ia selalu melihat senyum Ibunya yang begitu menghangatkan. Ia sangat senang melihat senyum Ibunya, dunia terasa saangat indah. Saat ini Ia tak melihat senyuman itu lagi. Senyuman itu telah lama hilang. Sebenarnya Ia telah merasakan keanehan pada diri sang ibunda. Seperti ruh Ibunya hanya hadir disaat-saat tertentu. Di waktu yang lain Ibunya seperti berada di tempat lain. Bahkan pernah suatu saat sang Ibunda tiba-tiba bertanya dengan suara seperti seorang monster besar “siapa kamu?”, saat itu Ia merasa sangat ketakutan, Ia menjawab sambil menangis “ini anak imi, umi sadar umi, kenapa suara umi aneh?”. Saat itu Ia masih sangat lugu sehingga tidak tahu bahwa sebenarnya Ibunya sedang benar-benar berada di tempat lain. Dan dalam diri Ibunya bukanlah Ibunya.
            Paginya Ia terbangun dan melihat di sebelahnya tidak ada sang Ibunda. Padahal subuh tadi, Ia dan Ibunya shalat subuh berjama’ah. Setelah shalat Ia memutuskan untuk tidur kembali karna hari ini merupakan hari Minggu dan libur sekolah. Dan rasanya Ia akan menyesal karna telah tidur kembali. Saat keluar kamar mencari sang Ibunda, Ia heran melihat banyak sanak saudara di rumahnya. Sepertinya mereka enggan membangunkannya karna tidurnya yang nyenyak. Dan Iapun diberitahu oleh tantenya yang biasa Ia panggil ‘mama’ bahwa ibunya sudah dibawa ke rumah sakit karena, penyakit sang ibunda kambuh.
            Saat itu juga Ia merasakan ketakutan yang mendalam, Ia menangis dalam pelukan ‘mama’nya. Ia sudah berkali-kali meminta diantar ke rumah sakit namun, selalu dicegah oleh keluarga besarnya.  Dengan alasan Ia masih terlalu kecil sehingga keluarganya takut Ia tak sanggup jika Ia harus menghadapi keadaan yang tak diinginkan. Padahal Ia sangat ingin bertemu dengan sang ibunda karena Ia takut hari ini merupakan pertemuan terakhirnya. Ia berdo’a dalam hati berharap tak terjadi apa-apa dengan ibunya.
            Namun takdir berkata lain, siangnya sekitar pukul 1 siang Allah telah mengambil sang ibunda. Ketakutan yang selama ini Ia khawatirkan, mimpi-mimpi buruk yang Ia  alami menjadi kenyataan. Ia bahkan tak sempat melihat wajah Ibunya untuk yang terakhir kalinya. Ia diberitahu lewat telepon oleh sang Nenek yang ada di rumah sakit. Ia merasa sangat terpukul atas kehilangan yang kedua ini, setelah ayahnya saat Ia berusia 4 tahun.
Tetesan air matanya itu perlahan membanjiri kertas dibawahnya dan membuat kertas tersebut tidak seputih awalnya. Saat itu hatinya berteriak “jangan menangis! Kamu sudah berjanji takkan menangis lagi, karna menangis hanya akan membuat ibumu sedih!”.
            Ia teringat kata-kata Ibunya dulu “anak shalihat umi kalau nanti umi pergi, anak umi harus ikhlas, gaboleh nangis,oke?”, yang saat itu dengan polosnya Ia menjawab “memangnya umi mau pergi kemana?kenapa umi tidak mengajak aku?”. Dan ibunya hanya menjawab dengan senyuman yang membuatnya penasaran sampai sebelum sang Ibunda benar-benar pergi.
Namun kini, Ia telah mengetahui maksud sang Ibunda. Iapun akhirnya tersenyum dan menghapus air matanya. Ia mencuci mukanya lalu mengambil kertas baru dan mulai menuliskan puisi sebagai curahan hatinya saat ini terhadap sang Ibunda. Dalam puisinya Ia bercerita akan masa lalu indah yang kini tak dapat terulang kembali. Ia bercerita mengenai kerinduan yang mendalam  terhadap sang Ibunda. Mengenai rasa terimakasih yang belum sempat terucap dan keinginannya untuk membahagiakan sang Ibunda. Ia berjanji takkan pernah mengecewakan sang Ibunda dan akan membuat sang Ibunda tersenyum bahagia di syurga, meskipun Ia tak dapat melihat senyuman itu.
Setelah selesai menulis puisi Iapun berdo’a untuk sang Ibunda dan tertidur dengan nyenyaknya. Dimimpinya Ia melihat sang Ibunda tersenyum padanya dan Ia berlari menghampiri sang Ibunda namun, tiba-tiba semuanya berubah menjadi putih.




--------------------------------------------------------Tamat---------------------------------------------



*Cerpen ini berdasarkan kisah nyata penulis
Fatimah Al Mukarromah, saat ini duduk di kelas XB SMA Islam Sinar Cendekia, teman-temannya biasa memanggil AL atau Aale. Siswa yang hoby baca, nulis diary, traveling dan makan ini lahir di Sidempuan, 21 April 2000. Bercita-cita menjadi ustadzah, pengusaha, dosen, ilmuan, penemu, pendiri sekolah relawan Palestina, motivator.


Judul Komik        : Alone
Komikus               : Mara(chan) / RA Istatsamara Indah / XC

Komik ini berceritakan tentang seorang gadis yang menutupi kesedihannya dengan ‘topeng’ kebahagiaan. Di tengah keramaian kelas, dia merasa layaknya duduk di bumi tak berpenghuni. Meski dilanda kesepian dan kesedihan, ia selalu bungkam, tak mampu mengungkapkannya dalam kata-kata. Oleh karena itu ia beranggapan bahwa ‘depresi itu diam’, siapa saja bisa menjadi korban depresi. Namun tetap saja, tak akan ketahuan karena semua itu ditimbun dengan wajah bahagia nan berseri. Ditambah kata-kata sakral ‘aku baik-baik saja’, yang otomatis dapat menyulap orang-orang untuk beranggapan bahwa dia memang tidak bermasalah.

Meski begitu, ada kalanya ia rapuh dari segala hal yang menimpanya karena menutupi kesedihan itu bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tidak bisa dipertahakan selamanya. Di saat itu pula, semua terasa seperti roboh, dinding-dinding bersembunyi runtuh, bulir-bulir berlian mulai membasahi pipi dengan deras. Tetapi, ia pun sadar, bahwa di antara perasaan sedih, ada kasih sayang dan dukungan yang senantiasa menjadi penyangga yang kokoh. Selalu ada teman-teman yang mengerti, yang akan membantunya keluar dari ‘jurang’, yang tak akan berhenti memberinya semangat untuk terus melawan semua itu. Dari situlah ia sadar, bahwa ia sangat berharga, dicintai dan ia tidak pernah sendirian, yang terpenting, ia tidak perlu malu dengan semua kekurangan yang ia miliki.
















*ditulis oleh Elan & Ara
Di tulis oleh : Andi Tiara Nurul Izzah Fathia XC

Judul          : Bumi
Pengarang : Tere Liye
Penerbit     : PT Gramedia Pustaka
Halaman    : 440, Tebal: 20 cm
ISBN          : 978-602-03-0112-9

 Sinopsis novel:

Novel Bumi karya Tere Liye ini menceritakan tentang seorang anak perempuan yang berumur 15 tahun bernama Raib atau biasa di panggil Ra. Sejak kecil ia sudah menyimpan sebuah rahasia, yaitu bisa menghilang. Dengan cara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan seketika ia menghilang. Awalnya Raib tidak mengerti mengapa ia bisa menghilang, hingga akhirnya sosok-tinggi-kurus bernama Tamus datang menghampirinya. Tamus adalah orang dari dunia lain yang mengirim si Putih dan si Hitam ke rumah Raib. Si Hitam ternyata adalah suruhan Tamus untuk mengawasi Raib sejak kecil. Dan si Hitam pun juga tidak terlihat dengan orang lain kecuali Raib.
Petualangan seru di mulai ketika Raib, Seli, dan Ali masuk ke aula sekolah. Di sana mereka di hadang oleh Tamus dan anak buahnya. Namun, mereka berhasil lolos dari Tamus karena bantuan dari guru mereka yaitu Miss Selena. Novel ini menjelaskan bahwa di cerita ini ada empat dunia berbeda. Yaitu Bumi, Bulan, Matahari, dan Bintang. Mereka hidup di tempat yang sama, namun saling menyibukkan diri di dunia masing-masing sehingga mereka tidak bersentuhan sama sekali.
Setelah lolos dari kejaran Tamus, Raib dan kawan-kawan tiba di sebuah rumah dengan kota yang tidak mereka kenali. Hingga pada akhirnya mereka bertemu dengan pemilik rumah yang bernama Ilo. Ilo mempunyai istri bernama Vey dan dua orang anak bernama Ily dan Ou. Keluarga ini banyak membantu Raib dan kawan-kawan dalam menjalankan petualangannya.
Novel ini sangat pas untuk kalian yang sangat menyukai novel fantasy. Selain itu novel Bumi sudah mempunyai sekuel keduanya yaitu “Bulan”.

Selamat membaca! xx